Sabtu 23 Apr 2022 18:35 WIB

Mengenal Enam Kitab Hadis Rujukan (1)

Enam kitab ini sering menjadi rujukan utama dalam studi ilmu hadis.

Rasulullah: Mengenal Enam Kitab Hadis Rujukan (1)
Foto: Republika/Mardiah
Rasulullah: Mengenal Enam Kitab Hadis Rujukan (1)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam tegak di atas dasar Alquran dan sunah Rasulullah Muhammad SAW. Eksistensi dan kesahihan Alquran terus terjaga sejak pertama kali turun kepada Nabi SAW hingga akhir zaman. Sebab, hal itu sudah dijamin Allah SWT. Terbukti pula, sampai detik ini umat Islam tetap berpegang teguh pada Alquran yang sama, seperti diturunkan kepada Rasulullah SAW 14 abad silam.

Hadis didefinisikan sebagai apa-apa yang disandarkan kepada Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam, baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan, sifat, atau sejarah beliau, baik sebelum kenabian maupu sesudahnya. Demikian disarikan dari buku Pengantar Studi Ilmu Hadits.

Baca Juga

Berikut ini adalah enam kitab hadis yang dikenal luas kaum Muslimin. Mereka adalah Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan al-Tirmidzi, Sunan al-Nasa'i, dan Sunan Ibn Majah.

Shahih Bukhari

 

Shahih Bukhari merupakan ringkasan dari judul kitab Al-Jami' al-Shahih al-Musnad min Hadisi Rasulillah SAW wa-Sunnanihi wa-Ayyamih. Kitab ini disusun oleh Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardzibah al-Ja'fi al-Bukhari, yang kemudian lebih dikenal dengan Imam Bukhari. Ia lahir di Kota Bukhara, Uzbakistan, 21 Juli 810. M.

Secara formal, Imam Bukhari memulai pendidikan di tempat kelahirannya sendiri. Ketika usianya menginjak 11 tahun, ia telah hafal dua buah kitab hadis karya Ibn al-Mubarak dan Waqi', lengkap dengan pandangan-pandangan ulama yang terkandung dalam kedua kitab tersebut.

Pada tahun 210 H, ia bersama ibu dan saudaranya menunaikan ibadah haji ke Baitullah. Pesona kota Makkah dengan ulama-ulama hadis yang mumpuni membuat Imam Bukhari betah dan tidak kembali ke negeri asal bersama ibu dan saudaranya.

Di Makkah itulah Imam Bukhari mulai merintis jalan untuk meneliti dan menyaring hadis. Dan atas dorongan gurunya, Ishaq Rahawaih, ia berhasil memperoleh prestasi besar dalam pengumpulan hadis-hadis sahih dengan menerapkan seleksi ketat dan waktu yang cukup panjang.

Hadis-hadis yang ia kumpulkan inilah yang kemudian membawa dirinya menjadi pemuka ahli hadis sepanjang zaman. Dalam kumpulan kitab sahihnya, Imam Bukhari memasukkan sekitar 9.082 hadis dari 100 ribu hadis yang telah dihafalkan dan 600 ribu hadis yang beredar di kalangan masyarakat.

Menurut Ibn Hajar, hadis yang masuk dalam al-Jami' al-Shahih itu hanya 2.761 saja yang bersih, sementara yang lainnya adalah hadis pengulangan dalam beberapa tempat. Sedangkan, menurut Ibn Shalah, hadis yang bersih hanya 2.602 saja.

Secara umum, ulama-ulama hadis memandang Shahih Bukhari memiliki nilai paling tinggi dibandingkan dengan kumpulan kitab-kitab hadis lainnya. Hal itu karena karakteristik kesahihan dalam Shahih Bukhari lebih sempurna, demikian pula syarat yang diterapkannya lebih ketat. Menurut Bukhari, sebuah hadis dapat dikategorisasikan sebagai sahih jika memenuhi persyaratan sebagai berikut.

Pertama, sanadnya harus bersambung yang berarti periwayatan sanadnya tidak terputus. Kedua, perawi harus memenuhi kriteria yang paling tinggi dalam hal watak pribadi, keilmuan, dan standar akademis.

Ketiga, harus ada informasi positif tentang perawi yang menerangkan bahwa mereka saling bertemu muka, dan para murid belajar langsung dari syekh hadisnya.

Keempat, bagi tokoh seperti Nafi' dan Zuhri, misalnya, maka murid-murid yang meriwayatkan harus tergolong dalam kategori pertama, yaitu mereka yang banyak pergaulannya dengan guru.

Sistematika lain yang menandai keunikan Shahih Bukhari adalah tentang peletakan kitab dan bab. Dr Ahmad Amin dan Dr Ali Hasan Abd Kadir membagi Jami' al-Shahih dalam 97 kitab dan 3.450 bab.

Sementara, dalam sejarah kirmani dan naskah sindi, masing-masing hanya terdapat 72 kitab dan 63 kitab. Perbedaan ini disebabkan adanya beberapa bab yang dihitung sebagai kitab atau sebaliknya. Dalam syarh kirmani, semua dihitung sebagai bab, sedangkan dalam naskah sindi semua dihitung sebagai kitab.

(bersambung)

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement