REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Krakatau Steel (persero) Tbk menyatakan bahwa perusahaan terus meningkatkan kewaspadaan dan melakukan tindakan pencegahan. Hal ini disampaikan Direktur PT Utama Krakatau Steel (Persero) Silmy Karim menyusul penangkapan salah satu karyawan Krakatau Steel oleh Densus 88 atas indikasi keterlibatan terorisme.
Silmy mengatakan terorisme adalah masalah nasional dan internasional yang harus diwaspadai. "Perusahaan akan memperketat background checking terhadap seleksi karyawan untuk pencegahan jaringan terorisme menyasar pada karyawan perusahaan," ujar Silmy dalam keterangan tertulis yang diterima Republika di Jakarta, Jumat (15/11).
Silmy menerangkan secara normatif yang dapat dilakukan perusahaan adalah saat proses seleksi. Dia mengatakan, harus ada kerja sama antara perusahaan dengan aparat penegak hukum untuk melakukan pemeriksaan latar belakang saat proses seleksi karyawan.
Hal ini dapat mencegah kemungkinan direkrutnya pelamar yang terindikasi bagian dari jaringan terorisme. "Kami hanya bisa memantau aktivitas dan perilaku karyawan di tempat kerja. Di luar tempat kerja itu sudah menjadi urusan aparat penegak hukum," ucap Silmy.
Silmy menyampaikan Krakatau Steel mendorong dan mendukung sepenuhnya upaya pencegahan dan pemberantasan terorisme. "Saya sebagai pimpinan di Krakatau Steel tentu mendukung langkah-langkah aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas-tugas untuk memberantas terorisme," kata Silmy.
Silmy berharap kejadian seperti ini tidak terulang mengingat Indonesia sedang berjuang untuk terus maju dalam berbagai bidang, baik industri dan terutama ekonomi. Untuk mencapai hal tersebut tentu memerlukan kondisi yang kondusif dan keamanan yang terjamin.
"Kita semua tentu ingin negara yg aman, rakyatnya memiliki rasa aman, sehingga suasana dan iklim kondusif ini dapat mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia. Jangan sampai hal-hal semacam ini mengganggu pembangunan ekonomi Indonesia ke depan," kata Silmy menambahkan.